woww

Selasa, 08 November 2011

rukun iman


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur tehadap Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia serta pentunjuk-Nya, sehingga penulis menyelesaikan makalah dengan judul “RUKUN IMAN “
Dalam pembuataan makalah ini, penulis menyadari banyak keterbatasaan dan kekurangaan yang dirasakan mengingat pengetahuaan dan pengalamaan penulis yang masih terbatas. Berkat bantuaan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga keterbatasaan dan kekurangaan tersebut dapat diatasi sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, kritik dan saraan dari semua pihak sangat kami harapkan untuk kesepurnaan makalah yang penulis buat, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah wawasan bagi kita semua.
 Amin.....
Makassar,    September 2011
Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR                       ...........................................................            
DAFTAR ISI                                      .......................................................... 
BAB I : PENDAHULUAN
I.I    Latar Belakang                     ...........................................................
I.2   Rumusan Masalah              ...........................................................
I.3   Tujuan Penulisan                ...........................................................

BAB II : PEMBAHASAN
II.1  Pengertian Rukun Iman    
II.2  Penjelasan Rukun Iman   
II.3  Makna Rukun Iman                       

BAB III : PENUTUP
III.1 Saran                                    
III.2 Kesimpulan                         

DAFTAR PUSTAKA                                    ........................................................






BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang Masalah

Beragama adalah suata bentuk keyakinan manusia terhadap berbagai hal  yang diajarkan oleh agama yang dianutnya. Beragama berarti meyakini secara bulat terhadap pokok-pokok ajaran dan keyakinan sebuah agama. Oleh karena itu, tidak ada manusia yang mengaku beragama tanpa ia meyakini apa-apa yang ditetapkan oleh agama tersebut.
Dalam agama Islam terdapat pilar-pilar keimanan yang dikenal dengan rukun Iman, terdiri dari enam pilar. Ke enam pilar tersebut adalah keyakinan Islam terhadap hal-hal yang “ghoib” yang hanya dapat diyakini secara transedental, sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang diluar daya nalar manusia. Rukun Iman (pilar keyakinan) ini adalah terdiri dari: 1) iman kepada Allah (Patuh dan taat kepada Ajaran Allah dan Hukum-hukumNya), 2) iman kepada Malaikat-malaikat Allah (mengetahui dan percaya akan keberadaan kekuasaan dan kebesaran Allah di alam semesta), 3) iman kepada Kitab-kitab Allah (melaksanakan ajaran Allah dalam kitab-kitabNya secara hanif. Salah satu kitab Allah adalah Al-Qur'an), 4) iman kepada Rasul-rasul Allah (mencontoh perjuangan para Nabi dan Rasul dalam menyebarkan dan menjalankan kebenaran yang disertai kesabaran), 5) iman kepada hari Kiamat (aham bahwa setiap perbuatan akan ada pembalasan) dan 6) iman kepada Qada dan Qadar (paham pada keputusan serta kepastian yang ditentukan Allah pada alam semesta). 
Enam pilar keimanan umat Islam tersebut merupakan sesuatu yang wajib dimiliki oleh setiap muslim. Tanpa mempercayai salah satunya maka gugurlah keimanannya, sehingga mengimani ke enam rukun iman tersebut merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Oleh karena itu, penulis akan mengkaji berbagai hal yang meyangkut enam pilar keimanan tersebut, baik dalil-dalilnya maupun pengaruh keimanan tersebut terhadap kehidupan seorang muslim. Diharapkan kajian tersebut akan menambah pemahaman penulis mengenai pentingnya rukun iman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

B.              Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka berikut ini rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini, yaitu:
1.         Apakah yang dimaksud dengan rukun Iman?
2.         Bagaiamana penjelasan rukun iman ?
3.         Apakah makna rukun iman terhadap kehidupan seorang muslim?

C.              Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang yang bertema tentang rukun Islam ini adalah:
1.         Memahami maksud dengan rukun Iman
2.         Mengetahui penjelasan rukun iman.
3.         Memahami makna rukun iman terhadap kehidupan seorang muslim?


RUKUN IMAN

A.              Pengertian Rukun Iman
Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim.
B.              Penjelasan Rukun Iman
1.         Iman kepada Allah SWT
Iman kepada Allah SWT adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah  SWT adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
Mempercayai bahwa Allah SWT itu adalah Zat (essensi) dan Ada (eksistensi) pada Allah Maha Esa itu merupakan satuan, Ada pada Allah itu bersifat mutlak, berbeda dengan eksistensi manusia bersifat nisbi. Aliran Sunni menambahkan beberapa Sifat-Ilah yang merupakan suatu kemestian, yaitu Azali (al-Qidam), kekal tanpa batas (al-Baqa), berbeda dengan setiap kebaharuan (Mukhâlafat lil Hawâdits), keberadaannya itu pada zat-Nya sendiri (Qiyâmuhu bi Nafsihi), Maha Esa (al-Wahdâniyat), berkemampuan tanpa batas (al-Qudrat), berkemauan tanpa hambatan (al-Irâdat), tahu atas setiap sesuatu (al-u), hidup (al-Hayt), mendengar (al-Samak), menyaksikan (al-Bashar), berbicara menurut zat-Nya (al-Kalam).
Firman Allah SWT  yang artinya: “(Dia adalah) Tuhan seluruh langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya. Maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beridat kepada-Nya. Adakah kamu mengetahui ada sesuatu yang sama dengan-Nya (yang patut disembah)?”. (QS. Maryam: 65)
Dan firman Allah
SWT , yang artinya: “Tiada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah yang maha mendengar lagi Maha melihat”. (QS. Asy-Syura:11)
a)        Iman Terhadap Wujud Allah SWT
Iman terhadap wujud Allah SWT ditopang oleh fitrah, akal sehat, dalil syari’at dan juga indera. Secara fitrah setiap manusia pasti mengakui bahwa ada yang menciptakan dirinya, hal itu dia yakini tanpa perlu berpikir panjang atau pun belajar ilmu tertentu. Tidak ada yang menyimpang dari keyakinan ini selain orang yang sudah terpengaruh faktor lain yang menyimpangkannya dari fitrah tersebut.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap bayi dilahirkan pasti dalam keadaan di atas fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia beragama Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari).
Adapun secara akal maka sesungguhnya keberadaan makhluk yang ada sejak dahulu hingga sekarang ini semua menunjukkan pasti ada yang menciptakan mereka. Tidak mungkin mereka menciptakan dirinya sendiri, atau terjadi secara tiba-tiba tanpa pencipta. Maka tidak ada kemungkinan selain alam ini pasti diciptakan oleh Allah ta’ala. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun yang ada sebelumnya ataukah mereka menciptakan diri mereka sendiri?” (QS. ath-Thur : 35).
Ketika mendengar dibacakannya ayat ini maka Jubair bin Muth’im yang pada saat itu masih kafir mengatakan, “Hampir-hampir saja hatiku terbang, itulah saat pertama kali iman menyentuh dan bersemayam di dalam hatiku.” (HR. Bukhari).
Begitu pula adanya kitab-kitab suci yang semuanya berbicara tentang Allah SWT, ini merupakan dalil syari’at tentang keberadaan/wujud Allah SWT. Sedangkan secara indera adalah kita bisa menyaksikan terkabulnya doa yang dipanjatkan oleh orang.
Sebagaimana yang terjadi pada Nabi Nuh. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan Nuh, ingatlah ketika dia menyeru (Rabbnya) sebelum itu dan Kami pun mengabulkan doanya.” (QS. al-Anbiya’ : 72).
Demikian pula apa yang disaksikan oleh umat para nabi berupa mukjizat nabi yang diutus kepada mereka. Seperti contohnya mukjizat nabi Musa yang membelah lautan dengan tongkatnya. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka Kami wahyukan kepada Musa pukulkanlah dengan tongkatmu ke laut itu, maka ia pun terbelah dan setiap sisinya menjadi setinggi gunung yang tinggi.” (QS. asy-Syu’ara’ : 63).
b)        Iman Terhadap Rububiyyah Allah SWT
Rabb adalah Dzat yang memiliki kuasa menciptakan, mengatur urusan dan memerintah. Kita wajib mengimani bahwa tidak ada pencipta, pengatur dan yang berhak memerintah semua makhluk selain Allah SWT semata. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Ingatlah sesungguhnya menciptakan dan memerintah adalah hak-Nya.” (QS. al-A’raaf : 54).
Allah SWT juga berfirman (yang artinya), “Itulah Allah Rabb kalian. Sang pemilik kerajaan. Sedangkan sesembahan yang kalian seru selain-Nya tidaklah menguasai apapun walaupun hanya setipis kulit ari.” (QS. Fathir :Tidak ada orang yang mengingkari hal ini kecuali dikarenakan kesombongan dan kecongkakan seperti halnya Fir’aun.
Orang-orang musyrik pun sudah mengakui hal ini bahwa tidak ada yang menguasai alam ini dan menciptakan langit dan bumi selain Allah SWT. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika kalian tanyakan kepada mereka; siapakah yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka pasti menjawab; yang menciptakannya adalah Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. az-Zukhruf : 9). Allah SWT      juga berfirman (yang artinya), “Dan sungguh jika kalian tanyakan kepada mereka; siapakah yang menciptakan mereka, maka pasti mereka akan mengatakan : Allah…” (QS. az-Zukhruf : 87).
c)         Iman terhadap Uluhiyyah Allah SWT.
Artinya kita mengimani bahwa hanya Allah SWT sesembahan yang benar dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesembahan kalian adalah sesembahan yang esa. Tidak ada sesembahan selain Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah : 163). “Demikian itulah kuasa Allah SWT, Dia adalah sesembahan yang haq sedangkan segala yang diseru selain-Nya adalah sesembahan yang batil.” (QS. al-Hajj : 62). Maka segala sesuatu yang disembah selain Allah SWT adalah batil. Oleh sebab itu dakwah yang diserukan oleh para rasul adalah sama yaitu, “Hai kaumku, sembahlah Allah.SWT  tidak ada sesembahan yang benar bagi kalian selain Dia.” (QS. al-A’raaf : 59).
d)        Iman terhadap Asma wa Sifat Allah SWT
Yaitu dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT yang disebutkan oleh Allah SWT atau rasul-Nya, di dalam al-Qur’an ataupun as-Sunnah sesuai dengan kemuliaan-Nya, tanpa menyimpangkan maknanya, tanpa menolak, dan tanpa menentukan bentuk dan caranya, serta tidak disertai dengan menyerupakannya dengan makhluk. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. asy-Syura : 11).
Dalam mengimani hal ini terdapat dua kelompok besar yang menyimpang yaitu mu’aththilah dan musyabihah. Mu’aththilah menolak nama, sifat ataupun sebagian darinya dengan alasan bahwa apabila kita menetapkan hal itu akan menyebabkan terjadinya penyerupaan Allah SWT dengan makhluk. Hal ini jelas tidak benar karena itu sama saja mengatakan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat pertentangan. Padahal Allah SWT sendiri yang menetapkan adanya nama atau sifat tersebut. Dan pertentangan ini sangat mustahil terjadi.
Sedangkan kaum musyabbihah menetapkan nama dan sifat akan tetapi menyerupakan hakikatnya dengan nama dan sifat makhluk. Menurut mereka itulah yang dimaksud oleh dalil, padahal Allah SWT sendiri menyatakan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya. Maka menyerupakan Allah dengan makhluk jelas sebuah kebatilan, karena sama nama belum tentu hakikatnya sama.


2.               Iman Kepada Malaikat
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah SWT, adalah hamba-hamba Allah SWT yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah SWT , sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah SWT, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
a)        Kandungan iman kepada malaikat
Malaikat adalah makhluk ghaib yang senantiasa taat beribadah kepada Allah SWT. Allah SWT menciptakan mereka dari cahaya. Allah SWT menganugerahkan kepada mereka ketundukan yang penuh terhadap perintah-Nya dan kekuatan yang hebat sehingga dapat melaksanakannya. Jumlah mereka banyak, tidak ada yang dapat menghitung semuanya kecuali Allah SWT. Hal itu sebagaimana diceritakan oleh Nabi dalam hadits Anas yang mengisahkan peristiwa mi’raj Nabi ke langit bahwa di baitul ma’mur ada tujuh puluh ribu malaikat yang mengerjakan shalat di sana; apabila mereka sudah keluar darinya maka mereka tidak lagi kembali (HR. Bukhari dan Muslim).

Þ    Mengimani malaikat mengandung :
  • Keimanan terhadap wujud/keberadaan mereka
  • Mengimani nama-nama mereka yang kita ketahui dan keberadaan mereka meskipun tidak kita ketahui namanya
  • Mengimani sifat-sifat mereka yang diberitakan kepada kita
  • Mengimani perbuatan atau tugas mereka yang kita ketahui
b)    Buah iman kepada malaikat
Þ       Iman kepada malaikat akan dapat membuahkan manfaat yang agung di antaranya :
  • Mengetahui kebesaran Allah ta’ala dan kemahakuasaan-Nya
  • Bersyukur kepada Allah atas perhatian-Nya kepada manusia di mana Allah menciptakan malaikat yang menjaga mereka, mencatat amal-amal mereka
  • Mencintai ketaatan malaikat terhadap perintah Rabbnya
·         Bagaimana kita mengimani para malaikat ? mengimani para malaikat Allah SWT yakni dengan meyakini kebenaran adanya para malaikat Allah SWT Subhanahu Wa Ta’ala. Dan para malaikat itu, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: ”Sebenarnya (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan, tidak pernah mereka itu mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya.” (QS. Al-anbiya: 26-27)
·         Mereka diciptakan Allah SWT, maka mereka beribadah kepada-Nya dan mematuhi segala perintah-Nya. Firman Allah SWT, yang artinya: ” …Dan malaikat-malaikat yang disisi-Nya mereka tidak bersikap angkuh untuk beribadah kepada-Nyadan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya. “ (QS. Al-Anbiya: 19-20).
3.               Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya SWT  Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah SWT. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah SWT, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah SWT , wajib pula mengimani bahwa Allah SWT telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah SWT yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya
a)        Kandungan iman kepada Kitab
Yang dimaksud dengan kitab di sini adalah kitab-kitab suci yang Allah SWT turunkan kepada para rasul-Nya sebagai bukti kasih sayang-Nya kepada manusia, petunjuk bagi mereka agar mereka bisa mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.


Þ    Iman kepada kitab-kitab mengandung empat hal :
  • Mengimani bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar turun dari sisi Allah
  • Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui, adapun yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimaninya secara global
  • Membenarkan berita yang sahih yang terdapat di dalamnya sebagaimana berita-berita yang terdapat di dalam al-Qur’an dan berita-berita di dalam kitab suci terdahulu yang tidak diubah-ubah atau diselewengkan
  • Mengamalkan hukumnya yang belum dihapus oleh al-Qur’an dan merasa ridha dan pasrah kepada ketentuannya, sedangkan pemberlakuan kitab suci terdahulu telah dihapuskan semuanya oleh al-Qur’an
b)        Buah iman kepada Kitab
Þ    Iman kepada kitab membuahkan :
  • Menyadari perhatian Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya di mana Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab kepada masing-masing kaum sebagai petunjuk untuk mereka
  • Mengetahui kebijaksanaan Allah SWT dalam menetapkan syari’at-Nya di mana Allah SWT menetapkan syari’at yang sesuai dengan keadaan masing-masing kaum
c)         Iman terhadap al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalamullah, lafaz maupun maknanya. Diturunkan dari-Nya, bukan makhluk. Didengar oleh Jibril dan disampaikan kepada Muhammad SAW dan kemudian beliau menyampaikannya kepada para sahabatnya.
Itulah yang kita baca dengan lisan kita, yang ditulis di dalam mushaf, dihafal di dalam dada dan kita dengar dengan telinga kita.
 Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi yang terakhir dan ia merupakan kitab suci terakhir yang diturunkan kepada manusia dan menghapus syari’at-syari’at terdahulu. Al-Qur’an yang ada di tangan-tangan kita itulah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan ia akan tetap ada hingga tiba waktunya diangkat di akhir zaman nanti. Dan Rasulullah SAW  telah menunaikan tugasnya untuk menjelaskan Al-Qur’an ini dengan ucapan, perbuatan dan ketetapannya. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu jelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka mau berpikir.” (QS. an-Nahl : 44)
Kita mengimani bahwa Allah SWT telah menurunkan kepada rasul-rasul-Nya kitab-kitab sebagai hujjah buat umat manusia dan sebagai pedoman hidup bagi orang-orang yang mengamalkannya, dengan kitab-kitab itulah para rasul mengajarkan kepada umatnya kebenaran dan kebersihan jiwa mereka dari kemuysrikan. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’, yang artinya: ”Sungguh, kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan neraca (keadilan) agar manusia melaksanakan keadilan… “ (QS. Al-Hadid: 25)



Þ    Dari kitab-kitab itu, yang kita kenal ialah :
·         Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa alaihi sallam, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al-Maidah: 44.
·         Zabur, ialah kitab yang diberikan Allah SWT  kepada Daud alaihi sallam.
·         Injil, diturunkan Allah kepada nabi Isa, sebagai pembenar dan pelengkap Taurat. Firman Allah SWT : ”…Dan Kami telah memberikan kepadanya (Isa) injil yang berisi petunjuk dan nur, dan sebagai pembenar kitab yang sebelumnya yaitu Taurat, serta sebagai petunjuk dan pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS : Al-Maidah : 46)
·         Shuhuf, (lembaran-lembaran) yang diturunkan kepada nabi Ibrahim dan Musa, ‘Alaihimas-shalatu Wassalam.
·         Al-Quran, kitab yang Allah SWT turunkan kepada Nabi Muhammad shalallohu ‘alahi wa sallam, penutup para nabi. Firman Allah SWT, yang artinya: ” Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang haq dan yang batil…” (QS. Al Baqarah: 185)






4.               Iman Kepada Para Rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah SWT, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an.
Wajib pula beriman bahwa Allah SWT telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah SWT, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
a)        Definisi rasul
Secara bahasa Rasul artinya orang yang diutus untuk menyampaikan sesuatu. Sedangkan pengertian rasul dalam syari’at adalah orang yang mendapatkan wahyu dengan syari’at serta diperintahkan untuk menyampaikannya.
Rasul yang pertama adalah Nuh ‘alaihis salam, sedangkan rasul yang terakhir adalah Muhammad SAW. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami telah wahyukan kepadamu al kitab sebagaimana Kami mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi sesudahnya.” (QS. an-Nisaa’ : 163).
Allah SWT juga berfirman (yang artinya), “Bukanlah Muhammad itu sekedar bapak dari salah seorang dari kalian akan tetapi dia adalah seorang utusan Allah dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Ahzab : 40).
b)               Perbedaan nabi dengan rasul
Nabi secara istilah adalah seorang lelaki merdeka yang mendapatkan berita dari Allah SWT dengan syari’at terdahulu untuk dia ajarkan kepada orang-orang di sekelilingnya yang telah menganut syariat terdahulu tersebut. Adapun rasul adalah lelaki merdeka yang mendapatkan berita dari Allah SWT dengan syariat serta diprintahkan untuk menyampaikannya kepada kelompok orang yang tidak mengetahuinya atau kaum yang menyelisihinya dari kalangan orang-orang yang menjadi sasaran dakwahnya. Kenabian merupakan sayrat kerasulan, sehingga tidak bisa menjadi rasul kecuali nabi.
Setiap rasul adalah nabi dan tidak sebaliknya. Rasul diutus kepada orang yang belum mengenal agama Allah SWT dan syari’at-Nya atau kepada orang-orang yang telah mengubah syariat dan agama dalam rangka mengajari dan mengembalikan mereka kepada ajaran yang benar. Maka rasul adalah hakim di antara mereka. Sedangkan nabi hanya diutus untuk mendakwahkan syariat sebelumnya yang sudah ada.




c)               Kandungan iman kepada para Rasul
Þ    Iman kepada para rasul mengandung beberapa hal :
  • Mengimani bahwa risalah mereka adalah haq dari sisi Allah SWT, maka barangsiapa yang mengingkari risalah salah satu saja di antara mereka sama saja dia telah kafir kepada mereka semua. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Kaum Nuh mendustakan seluruh rasul.” (QS. asy-Syu’ara’ : 105).
  • Mengimani rasul yang kita ketahui namanya, dan apabila tidak kita ketahui maka kita mengimani mereka secara global
  • Membenarkan berita yang benar-benar diberitakan oleh mereka
  • Mengamalkan syari’at rasul yang diutus kepada kita yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
d)  Buah iman kepada para Rasul
Þ    Iman kepada rasul membuahkan berbagai faidah di antaranya :
  • Mengetahui rahmat Allah SWT dan perhatian-Nya kepada hamba-hamba-Nya di mana Allah SWT mengutus untuk mereka para rasul yang menunjukkan kepada mereka kepada jalan Allah dan menjelaskan kepada mereka tata cara beribadah kepada-Nya
  • Bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang sangat agung ini
  • Mencintai para Rasul SAW dan mengagungkan mereka, memuji mereka dengan pujian yang sepantasnya karena mereka adalah para utusan Allah SWT yang telah menunaikan dengan baik kewajiban beribadah kepada-Nya serta menyampaikan risalah kepada umat manusia.

e)        Mencintai dan mengagungkan Rasulullah
  • Wajib bagi setiap orang untuk mencintai Allah SWT, bahkan hal itu tergolong ibadah yang paling agung. Dan salah satu konsekuensi kecintaan kepada Allah SWT adalah kecintaan kepada Rasul SAW. Nabi bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sampai aku lebih dicintainya daripada anak dan orang tuanya, dan dari seluruh manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Di samping itu kita juga dilarang melakukan perbuatan melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam memuji beliau. Beliau bersabda, “Janganlah kamu memujiku sebagaimana kaum Nashara memuji Isa putera Maryam. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah bahwa aku adalah hamba dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Termasuk bentuk pengagungan kepada beliau adalah dengan menjunjung tinggi sunnah-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah ia (Muhammad) berbicara dengan hawa nafsunya, namun itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (QS. an-Najm : 3-4).








5.         Iman Kepada Hari Akhir
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah SWT akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah SWT mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat.
a)        Kandungan iman kepada hari Akhir
Hari akhir adalah hari tatkala umat manusia dibangkitkan dari kuburnya untuk dihisab dan dibalas amal-amalnya. Iman kepada hari akhir mengandung 3 hal
  • Iman akan terjadinya hari kebangkitan; yaitu dihidupkannya orang-orang yang telah mati ketika ditiupnya sangkakala untuk kedua kalinya maka bangkitlah mereka untuk menghadap Allah SWT dalam keadaan tidak beralas kaki, tidak berpakaian, dan belum berkhitan.
  • Iman terhadap adanya hisab dan pembalasan amal. Setiap orang akan dibalas berdasarkan amalnya.


Hal ini merupakan konsekuensi dari kebijaksanaan Allah SWT yang telah menurunkan kitab-kitab dan mengutus para rasul serta mewajibkan umat manusia untuk menerima dan melaksanakan ajaran mereka, bahkan Allah SWT juga memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang menentang rasul-Nya, kalau seandainya setelah itu semua tidak ada balasan dan maka niscaya ini semua merupakan sebuah kesia-siaan yang Allah SWT tentu saja terbebas darinya.
  • Iman terhadap surga dan neraka. Keduanya merupakan tempat tinggal abadi bagi manusia. Surga adalah negeri yang penuh dengan kenikmatan yang Allah SWT persiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa. Sedangkan neraka adalah negeri yang penuh dengan siksaan yang dipersiapkan oleh Allah bagi orang-orang yang kafir dan zalim.
b)  Fitnah kubur dan siksa kubur
Þ    Kita juga wajib mengimani segala peristiwa yang terjadi setelah kematian, seperti :
  • Ujian di alam kubur. Yaitu pertanyaan kepada mayit setelah ia dikuburkan mengenai siapakah Rabbnya, apa agamanya dan siapa Nabinya. Pada saat itu Allah SWT akan memberikan ketegaran bagi hamba-hamba-Nya yang beriman sehingga ia akan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan baik.
  • Siksa dan nikmat kubur. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang-orang zalim yaitu orang munafik dan orang kafir. Adapun nikmat kubur diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan tulus lagi jujur
c)         Buah iman kepada hari Akhir
Þ    Iman kepada hari akhir akan membuahkan :
  • Menumbuhkan semangat dalam melakukan ketaatan
  • Memunculkan perasaan takut untuk berbuat maksiat
6.               Iman Kepada Takdir
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah SWT. Allah SWT telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah SWT  telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya. Allah SWT berfirman ”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
a)     Kandungan iman kepada Takdir
Þ    Iman kepada takdir mencakup empat hal :
  • Mengimani bahwa Allah SWT telah mengetahui segala sesuatu baik secara global maupun terperinci, baik yang terkait dengan perbuatan Allah SWT sendiri ataupun perbuatan makhluk
  • Mengimani bahwa Allah SWT telah menulis ilmunya di dalam Lauhul mahfuz sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.
  • Mengimani bahwa segala kejadian di alam ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak Allah SWT, baik hal itu berkaitan dengan diri-Nya ataupun makhluk
  • Mengimani bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini merupakan makhluk Allah SWT, baik itu berupa dzat, sifat maupun gerak-geriknya
b)            Kehendak manusia
Manusia tidak hidup dalam keadaan dipaksa, mereka memiliki pilihan dan kemampuan. Hal ini ditunjukkan oleh dalil syari’at maupun dalil kenyataan. Dalil dari syari’at antara lain firman Allah SWT (yang artinya), “Maka baransgiapa yang berkehendak silakan mengambil jalan untuk kembali kepada Rabb-nya.” (QS. an-Naba’ : 39). Allah SWT juga berfirman (yang artinya), “Bertakwalah kepada Allah SWT sekuat kemampuan kalian.” (QS. at-Taghabun : 16). Sedangkan dalil kenyataan menunjukkan bahwa setiap orang menyadari bahwa dirinya mempunyai kehendak dan kemampuan yang dengan itu dia bisa melakukan sesuatu atau meninggalkannya.
c)         Buah iman kepada Takdir
Þ    Iman kepada takdir akan menghasilkan :
  • Sikap bersandar kepada Allah SWT dalam melakukan usaha
  • Menahan munculnya sikap ujub atau kagum terhadap diri sendiri
  • Tenang ketika menghadapi musibah yang menimpa
d)    Macam-macam taqdir
Þ       Takdir ada bermacam-macam :
  • Takdir umum yang mencakup segala sesuatu yaitu yang sudah Allah SWT tetapkan sejak 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi
  • Takdir umri yaitu takdir yang dituliskan ketika seoang bayi mulai mengawali kehidupannya di dalam rahim ibunya
  • Takdir sanawi yaitu takdir yang dituliskan saat Lailatul Qadar di setiap tahunnya
  • Takdir yaumi yaitu takdir yang dituliskan terjadi pada setiap harinya, baik itu terkait dengan rezeki, hidup maupun matinya seseorang
C.              Pengaruh Iman terhadap Kehidupan Seorang Muslim
Berikut ini adalah pembahasan mengenai pengaruh dan dampak keimanan seseorang muslim terhadap perilakunya sehari-hari.
1.         Pengaruh iman kepada Allah
Iman kepada Allah SWT serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman bahwa Allah SWT itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar, maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya, sebab ia yakin bahwa Allah SWT itu ada. Karena itu selama iman itu ada dalam dirinya, tidak mungkin ia dapat berbuat yang tidak sesuai dengan perintah Allah SWT.

2.         Pengaruh iman kepada malaikat
Keyakinan terhadap adanya malaikat, bukan hanya sebatas mengetahui nama dan tugas-tugasnya, akan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat. Begitu juga dengan keyakinan adanya malaikat, maka seorang muslim akan senantiasa optimis dan yakin perbuatan yang baiknya tidak akan sia-sia dilakukan. Oleh karena itu iman kepada malaikat akan melahirkan sikap berhati-hati, optimis, dan dimanis, tidak mudah putus asa atau kecewa.

3.         Pengaruh iman kepada kitab
Iman kepada kitab Allah SWT bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah diberitahukan Allah SWT dalam kitab suci. Manusia tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah kehidupan untuk melihat masa depan yang akan ditempuhnya setelah hidup berakhir, maka dengan pemberitahuan kitab suci manusia dapat mengatur hidupnya menyesuaikan dengan rencana Allah SWT, sehingga manusia mempunyai masa depan yang jelas.

4.         Pengaruh iman kepada Rasul
Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa yang diharapkan Allah SWT.
Dengan perilaku yang dicontohkan Rasulullah, maka manusia akan mempunyai pegangan yang jelas dan lengkap mengenai berbagai tuntutan kehidupan baik yang berhubungan dengan Allah SWT hubungan antar manusia maupun lainnya.

5.         Pengaruh iman kepada hari akhir
Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya.
Manusia tidak akan kecewa apabila di dunia ia tidak memperolah balasan dari amal perbuatannya, karena ia yakin di hari akhir ia akan memperoleh balasan apa yang ia perbuat di dunia ini. Apabila seorang muslim yakin akan hari akhir, maka ia akan terhindar dari sikap malas dan suka melamun, melainkan ia akan terus berproses dan mencari makna kehidupan.

6.         Pengaruh iman kepada takdir
Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah SWT takdirkan kepadanya dan Allah SWT akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah SWT.
Karena itu dalam kaitan dengan takdir ini segogjayanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah SWT.






BAB III
PENUTUP

A.              Kesimpulan
1.         Rukun Iman dapat diartikan sebagai pilar keyakinan, yakni pilar-pilar keyakinan seorang muslim, dalam hal ini terdapat enam pilar keyakinan atau rukun iman dalam ajaran Islam, yaitu:man kepada Allah SWT , Iman kepada Malaikat-malaikat Allah SWT, Iman kepada Kitab-kitab Allah SWT, Iman kepada Rasul-rasul Allah SWT, Iman kepada hari Kiamat, Iman kepada Qada dan Qadar,
2.         Iman kepada Allah SWT serta iman kepada sifat-sifatnya akan mempengaruhi perilaku seorang muslim, sebab keyakinan yang ada dalam dirinya akan dibuktikan pada dampak perilakunya. Jika seseorang telah beriman bahwa Allah SWT itu ada, Maha Melihat dan Maha Mendengar, maka dalam perilakunya akan senantiasa berhati-hati dan waspada, ia tidak akan merasa sendirian, kendati tidak ada seorang manusiapun di sekitarnya.
3.         Keyakinan terhadap adanya malaikatakan berpengaruh terhadap perilaku manusia. Jika kita yakin ada malaikat yang mencatat semua amal baik dan buruk kita, maka seorang muslim akan senantiasa berhati-hati dalam setiap perbuatannya karena ia akan menyadari bahwa semua perilakunya tersebut akan dicatat oleh malaikat.
4.         Iman kepada kitab Allah SWT bagi manusia dapat memberikan keyakinan yang kuat akan kebenaran jalan yang ditempuhnya, karena jalan yang harus ditempuh manusia telah diberitahukan Allah SWT dalam kitab suci.
5.         Iman kepada rasul merupakan kebutuhan manusia, karena dengan adanya rasul maka manusia dapat melihat contoh-contoh perilaku dan teladan terbaik yang sesuai dengan apa yang diharapkan Allah SWT.
6.         Beriman kepada hari akhir atau hari kiamat adalah keyakinan akan datangnya hari akhir sebagai ujung perjalanan umat manusia. Keimanan tersebut akan melahirkan  sikap optimis, yakni bahwa tidak akan ada yang sia-sia dalam kehidupan manusia, karena semuanya akan dipertanggungjawabkan amal ibadah dan balasannya.
7.         Beriman kepada takdir akan melahirkan sikap optimis, tidak mudah kecewa dan putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah SWT takdirkan kepadanya dan Allah SWT akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

B.              Saran
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari, oleha karena itu penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT. Juga keyakinan kita terhadap malaikat, kitab, rasul, hari akhir dan takdir senantiasa harus ditingkat demi meningkatkan amal ibadah kita.





DAFTAR PUSTAKA


A.    Ahyadi. 2009. Bahan Kuliah PAI. Sumedang: PG PAUD STKIP UNSAP

Muhammad Nur. 1987. Muhtarul Hadis. Surabaya: Pt. Bina Ilmu.

Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka
                       
Syed Mahmudunnasir. 1994. Islam, Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosdakarya.

Toto Suryana, Dkk. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara






Tidak ada komentar:

Posting Komentar