BAB I
KONSEP MEDIS
A.
Defenisi
Cushing
syndrome
adalah kumpulan
gejala yang disebabkan oleh hiperadrenokortisisme akibat neoplasma korteks
adrenal atau adenohipofisis, atau asupan glukokortikoid yang berlebihan. Bila
terdapat sekresi sekunder hormon adrenokortikoid yang berlebihan akibat adenoma
hipofisis dikenal sebagai Cushing Disease.
Sindrom
Cushing adalah sindrom yang disebabkan berbagai hal seperti obesitas, impaired glucose tolerance, hipertensi, diabetes mellitus dan disfungsi gonadal yang berakibat pada berlebihnya rasio
serum hormon kortisol. Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing, seorang ahli bedah yang pertama kali mengidentifikasikan
penyakit ini pada tahun 1912.
Sindrom
cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolik gabungan dari
peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. Kadar yang tinggi ini
dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik
senyawa-senyawa glukokortikoid (Sylvia A. Price; Patofisiolgi, hal. 1088).
B.
Etiologi
1.
Sindrom
cushing disebabkan oleh sekresi kortisol atau kortikosteron yang berlebihan,
kelebihan stimulasi ACTH mengakibatkan hiperplasia korteks anal ginjal berupa
adenoma maupun carsinoma yang tidak tergantung ACTH juga mengakibatkan sindrom
cushing. Demikian juga hiperaktivitas hipofisis, atau tumor lain yang
mengeluarkan ACTH. Syindrom cuhsing yang disebabkan tumor hipofisis disebut
penyakit cusing.
2.
Sindrom
cusing dapat diakibatkan oleh pemberian glukortikoid jangka panjang dalam dosis
farmakologik (latrogen) atau oleh sekresi kortisol yang berlebihan pada
gangguan aksis hipotalamus-hipofise-adrenal (spontan) pada sindrom cusing
spontan, hiperfungsi korteks adrenal terjadi akibat ransangan belebihan oleh
ACTH atau sebab patologi adrenal yang mengakibatkan produksi kortisol abnormal.
C.
Patofisiologi
Sindrom Cushing dapat disebatkan oleh beberapa
mekanisme, yang mencakup tumor kelenjar hipofisis yang menghasilkan ACTH dan
menstimulasi korteks adrenal untuk meningkatkan sekresi hormonnya meskipun
hormon tersebut telah diproduksi dengan jumlah yang adekuat. Hiperplasia primer
kelenjar adrenal dalam keadaan tanpa adanya tumor hipofisis jarang terjadi.
Sindrom
Chusing juga disebabkan oleh pajanan lama pada obat-obatan glukokortikoid yang
berlebihan. Sindrom Chusing dapat bersifat eksogen dan terjadi karena pemberian
glukokortikoid atau kortikotropin yang lama atau bersifat endogen akibat
peningkatan sekresi kortisol atau kortikotropin. Kelebihan kortisol akan
menimbulkan efek anti-inflamasi dan katabolisme protein serta lemak perifer
yangberlebihan untuk mendukung produksi glukosa oleh hati. Mekanisme tersebut
dapat bergantung kortiktropin (kenaikan kadar kortiktropin plasma menstimulasi
korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol secra berlebihan) atau tidak tergantung
kortiktropin ( kortisol yang berlebihan diproduksi oleh korteks adrenal atau
diberikan secara eksogen). Kortisol yang berlebihan akan menekan poros
hypothalamus-hipofisis-adrenal dan juga ditemukan pada tumor yang menyekresi
kortikotropin secra ektopik.
Penyebab
lain Sindrom Cushing yang jarang dijumpai adalah produksi ektopik ACTH oleh
malignitas; karsinoma bronkogenik merupakan tipe malignitas yang paling sering
ditemukan. Tanpa tergantung dari penyebabnya, mekanisme umpan balik
normal untuk mengendalikan fungsi korteks adrenal menjadi tidak efektif atau
pola sekresi diurnal kortisol yang normal akan menghilang. Tanda dan
gejala Sindrom Cushing terutama terjadi sebagai akibat dari sekresi
glukokortikoid dan adrogen (hormon seks) yang berlebihan, meskipun sekresi
mineralokortikoid juga dapat terpengaruh.
Tumor kelenjar hipofisis
|
Pemberian obat glukokortikoid
|
|
|
Pe ACTH
|
Kelebihan
kortisol
|
|
|
Menstimulasi
korteks adrenal
|
Efek
katabolisme
|
|
|
Pe hormon
kortisol
|
Produksi glukosa
|
|
|
|
Kortisol
berlebihan
|
|
|
|
Menekan
poros hipothalamus-hipofisis-adrenal
|
|
|
Sindrom
Chusing
|
D.
Manifestasi
Klinik
1.
Obesitas yang sentrifetal dan “moon
face”.
2.
Kulit tipis sehingga muka tampak merah,
timbul strie dan ekimosis.
3.
Otot-otot mengecil karena efek
katabolisme protein.
4.
Osteoporosis yang dapat menimbulkan
fraktur kompresi dan kifosis.
5.
Hipertensi
akibat retensi natrium dan retensi sekunder cairan
6.
Diabetes melitus disertai penurunan toleransi
glukosa, hiperglikemia puasa dan glukosuria akibat resistensi insulin yang
diinduksi oleh kortisol serta peningkatan glukoneogenesis dalam hati
7.
Hipokalemia
E.
Penatalaksanaan
Karena
lebih banyak Sindrom Cushing yang disebabkan oleh tumor hipofisis dibanding
tumor korteks adrenal, maka penanganannya sering ditujukan kepada kelenjar
hipofisis. Operasi pengangkatan tumor melalui hipofisektomi transfenoidalis
merupakan terapi pilihan yang utama dan angka keberhasilannya sangat tinggi
(90%). Jika operasi ini dilakukan oleh tim bedah yang ahli. Radiasi kelenjar
hipofisis juga memberikan hasil yang memuaskan meskipun di perlukan waktu
beberapa bulan untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi merupakan terapi
pilihan bagi pasien dengan hipertropi adrenal primer.
Setelah
pembedahan, gejala infusiensi adrenal dapat mulai terjadi 12 hingga 48 jam
kemudian sebagai akibat dari penurunan kadar hormon adrenal dalam darah yang
sebelumnya tinggi. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison mungkin
diperlukan selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan
respon yang normal terhadap kebutuhan tubuh. Jika kedua kelenjar diangkat
(adrenalektomi bilateral), terapi penggantian dengan hormon – hormon korteks
adrenal harus dilakukan seumur hidup.
Preparat
penyekat enzim adrenal (yaitu, metyrapon, aminoglutethhimide, mitotane,
ketokonazol) dapat digunakan untuk mengurangi hiperadrenalisme jika sindrom
tersebut disebabkan oleh sekresi ektopik ACTH oleh tumor yang tidak dapat
dihilangkan secara tuntas. Pemantauan yang ketat diperlukan karena dapat
terjadi gejala insufisuensi adrenal dan efek samping akibat obat – obat
tersebut.
Jika Sindrom Cushing merupakan
akibat dari pemberian kortikosteroid eksternal (eksogen), pemberian obat
tersebut harus diupayakan untuk dikurangi atau dihentikan secara bertahap
hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk mengobati proses penyakit yang
ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta alergi dan penolakan terhadap
organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi yang dilakukan setiap dua hari sekali
akan menurunkan gejala Sindrom Cushing dan memungkinkan pemulihan daya
responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Uji supresi deksametason.
Mungkin
diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis peyebab sindrom cushing
tersebut,apakah hipopisis atau adrenal.
2.
Pengambilan sampel darah.
Untuk
menentukan adanya varyasi diurnal yang normal pada kadar kortisol, plasma.
3.
Pengumpulan urine 24 jam.
Untuk
memerikasa kadar 17 – hiroksikotikorsteroid serta 17 – ketostoroid yang
merupakan metabolik
kortisol dan
androgen dalam urine.
4.
Stimulasi CRF.
Untuk
membedakan tumor hipofisis dengan tempat – tempat tropi.
5.
Pemeriksaan radioimmunoassay
Mengendalikan
penyebab sindrom cushing
6.
Pemindai CT, USG atau MRI.
Untuk
menentukan lokasi jaringan adrenal dan mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Pre
Op
a)
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis
b)
Resiko
cidera dan infeksi berhubungan dengan kelemahan dan perubahan protein serta
respon inflamasi
c)
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan mudah luka dan rapuh
d)
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan ekimosis
e)
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan diurnal kortisol
2.
Post
Op
a)
Resiko
aspirasi berhubungan dengan meningkatnya secret
b)
Gangguan
pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
c)
Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan kembung
d)
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontinuitas jaringan
B.
Intervensi Keperawatan
1. Pre
Op
a)
Gangguan
integritas kulit berhunbugan dengan kulit tipis
Tujuan :
Integritas kulit terjaga dan terhindar dari lesi
Kriteria : Mencapai dan mempertahankan integritas kulit agar
memiliki kulit yang utuh tanpa bekas adanya luk
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji TTV ( TD, Nadi, suhu )
|
Untuk
mengetahui perkembangan sejak dini
|
2
|
Kaji
/ catat ukuran,warna kulit dan jaringan kulit
|
Memberi
informasi dasar tentang kebutuhan penanaman kulit
|
3
|
Pantau masukan cairan setiap hari
|
Untuk mengetahui Intake dan output cairan
|
4
|
Beri
penjelasan pada pasien penyebab terjadinya kulit tipis
|
Pasien
mengerti dan kooperatif tentang penyebab terjadinya kulit tipis
|
5
|
Hindari
pasien pada obat golongan kortikosteroid
|
Peningkatan glukosa dalam tubuh
|
b)
Resiko
cidera dan infeksi b/d kelemahan dan perubahan protein serta respon inflamasi.
Tujuan :
Mencapai perbaikan citra tubuh.
Kriteria : Mengungkapkan kesadaran bahwa perubahan fisik
merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji apakah terdapat infeksi pada klien
|
Memberi informasi tentang ada atau tidaknya infeksi pada
klien
|
2
|
Kaji tingkat inflamasi yang dalam
|
Pedoman pada tindakan selanjutnya
|
3
|
Observasi TTV
|
Pengetahuan untuk melihat peningkatan dan pengurangan
inflamasi
|
4
|
Menjelaskan pada pasien penyebab terjadinya infeksi
|
Pasien mengerti dan kooperatif tentang penyebab infeksi
|
5
|
Kolaborasi pemberian analgesic
|
Pengurangan reaksi inflamasi dalam tubuh
|
c)
Gangguan
integritas kulit b/d mudah luka dan rapuh
Tujuan :
Menurunkan resiko terjadinya lesi/ penurunan integritas pada kulit
Kriteria :
Mencapai dan mempertahankan integritas kulit yang utuh
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Periksa keadaan turgor kulit pada pasien
|
Mengetahui / sebagai informasi tentang keadaan integritas
kulit pada pasien
|
2
|
Beri penjelasan pada klien tentang penyebab gangguan
integritas kulit
|
Pasien mengerti dan kooperatif tentang penyebab integritas
kulit
|
2.
Post
ops
a)
Resiko
aspirasi berhubungan dengan meningkatnya secret
Tujuan : Membebaskan jalan nafas dari secret
Kriteria : RR : 20x/ mnt dan secret berkurang
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji nyeri/ ketidaknyamanan dan obati dengan dosis rutin
dan lakukan latihan pernapasan
|
Mendorong klien untuk bergerak, batuk lebih efektif dan
nafas lebih dalam untuk mencegah kegagalan pernafasan
|
2
|
Ajarkan batuk efektif pada klien
|
Merangsang keluarnya secret
|
3
|
Beri minum air hangat, tanpa gula
|
Air hangat dapat mengencerkan secret, sehingga secret
dapat keluar
|
4
|
Dorong masukan cairan peroral ( sedikitnya 2500 ml/hari )
|
Hidrasi adekuat untuk mempertahankan secret hilang/
peningkatan pengeluaran secret
|
5
|
Berikan O2 tambahan sesuai kebutuhan
|
Memaksimalkan sedia O2
|
b)
Gangguan
pemenuhan nutrisi berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Nafsu makan klien meningkat
Nutrisi
meningkat
Kriteria : Berat badan kembali normal
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Anjurkan untuk tidak memakan makanan yang merangsang asam
lambung ( pedas,berlemak )
|
Makanan yang pedas merangsang HCL
|
2
|
Berikan makan sedikit tapi sering
|
Dilatasi gaster da[pat terjadi bila makanan terlalu cepat
|
3
|
Kolaborasi dengan pemberian obat anti muntah
|
Untuk mengurangi rasa mual
|
c)
Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b/d diskontinuitas jaringan
Tujuan :Luka dapat senbuh setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama kurang lebih 5 hari
Kriteria : luka
kering
klien mengatakan nyeri berkurang
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka
|
Pengenalan akan adanya kegagalan proses penyembuhan luka
atau berkambangnya komplikasi secara dini dapat mencegah terjadinya kondisi
yang lebih serius.
|
2
|
Bersihkan permukaan kulit dengan menggunakan hydrogen
peroksida atau dengan air mengalir
|
menurunkan kontaminasi kulit :membantu dalam membersihkan
eksudat
|
3
|
Kolaborasi dengan dokter dan irigasi luka, bantu dengan
debridement sesuai kebutuhan
|
Membuang jaringan nekrotik / luka,eksudat untuk
meningkatkan luka
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar